KERAMAS : Cinta Aisyah Karena Allah
Di ruang gelap dan berdebu itulah suasana aku dan Ibu ku
menghabiskan hari-hari untuk beristirahat. Ibu ku yang sudah berumur setengah
abad itu hanyalah seorang pedagang kacang rebus keliling di kota ini. Ayahku
telah meninggal sejak aku berumur 2 tahun karena sakit jantung. Kini aku
berusia 9 tahun dan tengah menempuh di
sebuah sekolah dasar Victoria Soto di
kota Startford, London. Aku telah tinggal dikota London sejak lahir itu
dikarenakan ayahku bercita-cita untuk menghabiskan hidupnya bersama ibuku di
negeri orang. Aisyah Salsadila namaku, aku telah memakai jilbab sejak berusia 3
tahun.
Ibu : “Aisyah hari ini harus mendapatkan nilai
bagus agar menjadi orang berilmu” (tersenyum yang diiringi dengan
lesung pipit)
Aku : “Kalau menjadi orang berilmu apa Allah akan
sayang sama Aisyah bu ?” (tanyaku penasaran).
Ibu : “Menuntut ilmu itu wajib bagi seorang
muslimah, tentu saja Allah akan tambah sayang sama Aisyah” (Ibu yang memelukku dengan
cintanya).
Aku : “Benarkah itu bu ? kalau begitu Aisyah akan
rajin menuntut ilmu supaya Allah sayang sama Aisyah. Aisyah sayang Ibu” (Balasku memeluk Ibu kembali).
Seperti
biasa Ibu menjajakan dagangannya dengan berkeliling dari satu tempat ke tempat
lain sejak pagi hingga menjelang dzuhur ibu pulang untuk menunaikan shalat
dzuhur dan menyiapkan makan siang untukku. Setelah aku pulang dari sekolah aku
melihat Ibuku tengah menunaikan ibadah sholat. Tiba-tiba mataku terpana pada
alas yang dipakai Ibu untuk shalat.
Aku : “Assallamu’alaikum, Ibu Aisyah sudah
pulang”
Ibu : “Wa’alaikumsalam, eh Aisyah sudah pulang”
(Ibu Menyapaku balik).
Aku : “Kenapa Ibu menggunakan koran sebagai alas
shalat ibu ? Di mana sajadah yang dulu bu ?” (Tanyaku pada Ibu dengan
wajah heran).
Ibu : “Sajadah yang kemarin sudah tidak layak
pakai lagi anakku, jadi Ibu memakai koran ini sebagai penggantinya? (Jawab ibu
dengan mata berkaca-kaca).
Aku : “Bu, bukankah kita itu harus menghadap
Allah dengan keadaan bersih dan rapi bu ? Apa
Allah tidak akan marah bila kita menggunakan koran ketika ingin bertemu denganNya ? (Tanyaku dengan tegas).
Ibu : “Allah akan selalu mencukupi segala kebutuhan hambaNya anakku, Aisyah. Yang terpenting Ibu tidak meninggalkan kewajiban Ibu sebagai seorang muslimah untuk beribadah padaNya” (Ibu memelukku sambil menghapus air matanya yang terjatuh).
Aku : “Aku mencintai Ibu” (aku pun menyadari
tetesan air mata Ibu yang terjatuh ke tanganku. Saat itu juga aku berniat untuk
membelikan sajadah untuk wanita yang dikirimkan Allah untuk selalu
mencintaiku)
Setelah
hari itu, hampir setiap hari setelah aku pulang sekolah sesegera mungkin mempersiapkan
diri untuk segera membantu Ibu berdagang di dekat tempat wisata daerah pedesaan
Warwickshire kota Startford, london. Tempat itu strategis untuk menjajakan
kacang rebus buatan Ibu karena para wisatawan sering berkunjung disana.
Ibu : “Ibu pergi dulu ya anakku. Aisyah belajar
yang rajin dirumah” (perintah ibu padaku sambil tersenyum).
Aku : “Ibu, izinkan Aisyah untuk membantu Ibu
setiap hari menjajakan kacang rebus yang enak di dunia ini bu hhe” (Kataku yang
merayu ibu dengan memohon).
Ibu : “Ibu mengizinkan Anak Ibu yang cantik ini
untuk membantu Ibu tapi Aisyah harus berjanji pada Ibu untuk selalu giat
belajar dan rajin beribadah” (jawab Ibu dengan lesung pipitnya).
Aku : “Aisyah berjanji bu. Syukron Katsiron Ibu.
Aisyah sayang Ibu” (Mendekatkan diri pada Ibu sambil mengangkat jari
kelingking tanda berjanji).
Sejak saat
itu aku selalu membantu menjajakan kacang rebusnya.Aku membawa sekeranjang kacang
rebus yang sudah dibungkus plastik dan berkeliling. Saat aku menjajakan kacang
rebus, aku juga menyemir sepatu tanpa sepengetahuan Ibu.
Sudah 3
minggu aku menjalankan misi ini tanpa sepengetahuan Ibu. Selama itu juga uang
yang kumpulkan telah cukup dan setelah pulang sekolah aku mampir di toko muslim
di pinggir kota hingga Ibu begitu khawatir karena aku pulang terlambat.
Aku : “Assallamu’alaikum, Ibu Aisyah Pulang”
(Dengan lantang aku menyapa)
Ibu : “Wa’alaikumsalam, Masha Allah Aisyah kamu
darimana saja hingga pulang terlambat
hari ini ? Ibu begitu mengkhawatirkan Aisyah” (Kata Ibu dengan nada
yang sedikit meninggi diiringi mata yang berkaca-kaca).
Aku : “Maafkan aku bu, aku benar-benar minta
maaf” (Ucapku sambil menangis).
Ibu : “Sekarang katakan pada Ibu yang sejujurnya
Aisyah apa yang telah terjadi ? (tanya Ibu dengan nada lebih tegas)
Aku : “Aku tadi mampir di toko yang berada di
pinggir kota bu dengan berjalan kaki hanya untuk membeli ini” (kataku jujur
dengan memberikan sebuah kotak yang terbungkus plastik)
Ibu : “Apa ini Aisyah ?” (Ibu mengambil
pemberian dariku dan membukanya lalu menangis sambil memelukku).
Ibu : “SubhanAllah, Aisyah benar-benar titipan
Allah yang luar biasa. Terima kasih ya sayang” (Ucap Ibu dengan lembut).
Aku : “Aisyah sayang Ibu karena Allah, Aisyah
mencintai Ibu karena Allah” (Balas ku dengan nada lembut dan terhanyut dalam
kehangat pelukan Ibu).
--The End--
----------------------------------Dept.Syi’ar
LDPS Sahara 2015-------------------------------------------
Komentar
Posting Komentar