SAHABAT (cerpen)


SAHABAT
Karya: Putri Pratiwi (kadept.Medinfo)

Semilir angin menerpa kerudungnya yang panjang, dengan cepat gadis itu menyingkap kerudungnya agar tidak terbang  tertiup angin. Langkah cepat dan tegas kearah sebuah kampus diujung jalan. “Prodi Ilmu Keperawatan” terpajang di depan kampus yang mungil itu. Dengan sigap gadis itu memasuki kampus yang terlihat sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang dan sibuk dengan urusannya masing-masing.
“Dina”, suara yang tak asing bagi gadis itu menyeru dari arah belakang.
“Iya. Ada apa??”, jawab gadis itu dengan spontan.
“Lihat style rambutku. Bagus nggak?”, tanya Nina yang baru datang dengan style rambut yang berbeda dengan biasanya.
“Bagus”, jawab Dina dengan senyum kecilnya.
“Tentu bagus,, kan aq datang ke salon H yang di jalan M itu lho”,  sambut Nina dengan bangga dengan rambut barunya. Namun Dina hanya tersenyum melihat sahabatnya. Dina pun terus melanjudkan langkahnya yang terhambat karena sahabatnya.
Dikelas yang bersuhu dibawah suhu ruangan dengan suhu diluar kelas yang mulai panas karena matahari mulai naik ketempatnya membuat Dina betah didalam kelas dengan sebuah laptop didepannya. Nina yang ikut masuk ke kelas segera duduk di sebelah Dina yang sibuk mencari artikel-artikel tentang dampak buruk mengecat rambut.
“Browsing apa sih,Din?” tanya Nina yang penasaran dengan Dina yang serius browsing internet.
“Browsing dampak negatif pemakaian zat untuk mewarnai rambut”, jawab Dina dengan lemah lembut.
“Kamu nggak suka aq mewarnai rambut ea? Tapi kenapa kamu bilang tadi bagus??”, jawab Nina dengan ketus karena merasa tersinggung.
“Bukan begitu Nina, kita ini calon perawat. Tidak seharusnya kita memakai produk untuk mewarnai rambut hanya karena ingin mengikuti tren.” Jawab Dina yang berusaha meredam emosi Nina denga  sebuah penjelasan yang logis.
“Alaah,, kamu hanya iri dengan aq. Karena kamu berkerudung dan nggak bisa mengikuti tren seperti aq”, sela Nina dengan nada tinggi.
“Bukan begitu Nina”, jawab Dina.
“Ahh. Udalah.. jangan bicara dengan aq lagi. Kamu ini sahabat seperti apa hahh?! Selalu sok religius dan selalu ngelarang aq untuk melakukan ini dan itu dengan alasan dalam agama tidak boleh.” bentak Nina memotong kata-kata Dina.
Suasana yang cukup sepi kini menjadi riuh, teman-teman yang satu persatu yang tlah datang ke kampus melihat Nina yang marah. Merekapun mencoba meredam emosi Nina yang tak terkendali.
Dengan langkah penuh amarah dan kata-kata yang tidak terjaga, Nina pergi meningalkan Dina. Sejak saat itu hubungan mereka tidak baik (alias silaturahminya rusak).
Telah berulang kali Dina meminta maaf kepada Nina dan menjelaskan maksudnya browsing artikel di internet. Namun Nina tidak bergeming dan tetap tidak memaafkan Dina.
 Satu bulan kemudian, dikampus yang ramai dengan mahasiswa yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Matahari pun tidak meninggalkan tugasnya, sinar matahari bagai menyayat kulit. Bahkan awanpun tidak menutupi langit yang biru.
Dibawah pohon yang rindang, daun-daun melambai-lambai tertiup angin sepoi-sepoi. Rerumputan sekitar kampus tampak kering kekuningan tanda tak turun hujan. Duduklah seorang gadis dengan sebuah buku tebal ditangannya. Dari jauh gadis itu tampak baik-baik saja. Namun bila dilihat secara seksama, air mata mengalir dipipinya yang kecoklatan.
“Mungkin cara aku yang salah”, bisiknya pelan. Dina menarik nafas panjang dan memdesah dengan kuat. Tatapan matanya kosong, pikirannya melayang jauh ke sahabatnya yang masih tidak memaafkannya.
Nina yang tak mau lagi bicara kepada Dina, merasa sepi dan terasa ada yang hilang. Namun ketika teringat kembali dengan kejadian itu, Nina kembali membenci Dina. Dibangku kecil didepan kampus Nina termenung sendirian. Sesaat ia berfikir untuk memaafkan Dina.
“Aww.” Nina tiba-tiba merintih kesakitan sambil memegang kepala. Teman-teman yang lalu-lalang melihat Nina menjerit kesakitan sontak menolongnya dan membawanya ke Unit Kesehatan Kampus.
“Dina.. dina” suara teriakan teman sekelasnya menyadarkan Dina yang melamun.
“Ada apa?” tanya Dina yang kaget.
“Nina menjerit kesakitan, sekarang ia sedang dibawa ke Unit Kesehatan Kampus”.
Dina pun  berlari seolah dikejar harimau yang akan menerkamnya. Dibawah pepohonan yang rindang, ia berlari kearah unit kesehatan kampus. Ranting-ranting kecil tidak menghalanginya untuk menemui sahabatnya itu.
Setibanya di unit kesehatan, Dina langsung menemui pihak administrasi.
“dimana ruangan mahasiswi yang merasa kesakitan dikepalanya?”
“sudah dipindahkan ke Rumah Sakit Umun di kota”, karena peralatan medis disini tidak memadai.
Secepat kilat Dnia langsung berlari kearah terminal untuk mengejar mobil ambulance yang membawa Nina. Setibanya di rumah sakit, ia harus menunggu, karena sahabatnya itu sedang menjalani pemeriksaan.
Satu jam kemudian, Dina dapat bertemu dengan Nina,,
“Nina”, suara isak tangis terdengar dari ruangan Nina di rawat.
“Dina”, sambut Nina dengan senyuman.
“Maafin, aq Nina.” Isak Dina.
“Nggak apa-apa koq. Aq juga bersalah. Kerena tidak mendengarkan nasehat Dina”, jawab Nina dengan tersnyum.
“Maksudnya apa Nina”, sahut Dina keheranan.
“Kamu benar soal dampak negatif dai pemakaian pewarna rambut. Aku mengalami alergi karena pemakaian zat pewarna itu. Kata dokter, aku hipersensitif terhadap zat-zat kimia yang terkandung dalam pewarna rambut itu. Akibatnya kepalaku terasa sakit dan rambutku mulau rontok”, jawab Nina menjelaskan apa yang terjadi.
“Tapi kamu nggak apa-apa kan?” jawab Dina khawatir.
“Nggak apa-apa koq. Ohia, aku bisa minta tolong nggak Din”, sahut Nina sambil meneteskan air mata.
“Minta tolong apa?? Insya allah, Dina bisa bantu”, jawab Dina tanda setuju.
“Ajari aku berjilbab. Aku ingin hijab dan lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Pencipta”. Lirih Nina meneteskan air mata lagi.
“Alhamdulillah, kita belajar sama-sama ya, Nin”, dina tersenyum bahagia.
Sejak saat itu, Nina memakai kerudung sebagai identitasnya sebagai seorang muslim. Nina menyadari bahwa Sang Maha Pencipta menegurnya dengan alergi itu. Seminggu setelah Nina masuk rumah sakit, Nina sudah dapat keluar deri rumah sakit. Nina pun menjalankan aktivitas seperti biasa sebagai Nina yang baru. Persahabatan dua mahasiswa itu pun berlangsung baik. Mereka selalu terlihat bersama ketika menghadiri mejelis di Masjid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FOSSA CUBITI

Jean Watson

Raker Sahara PSIK FK UNSRI